Penulis: lala
Jakarta, lalakomalawati.com - Demokrasi kita sedang sakit. Pemilu yang seharusnya menjadi pesta rakyat kini sering tercemar oleh praktik politik uang. Fenomena ini bukan sekadar pelanggaran, tetapi penghinaan terhadap akal sehat dan martabat bangsa.
Ketika suara rakyat ditukar dengan selembar uang, saat itu pula masa depan bangsa dilecehkan. Pejabat yang terpilih dengan membeli suara lebih cenderung memikirkan cara “balik modal” daripada melayani rakyat. Mereka lupa bahwa jabatan adalah amanah, bukan ladang bisnis.
Masyarakat harus sadar bahwa uang yang diterima hanya bertahan sehari, sementara dampak dari pejabat yang salah pilih bisa dirasakan selama lima tahun, bahkan lebih.
Bangsa ini tidak akan maju jika warganya masih rela menjual suaranya. Demokrasi akan sehat hanya jika rakyat memilih berdasarkan kualitas, rekam jejak, dan integritas.
Mari hentikan politik uang. Mari kita buktikan bahwa suara rakyat tidak bisa dibeli, tetapi hanya bisa diraih dengan kerja nyata.
Pilih Pemimpin Karena Kinerja, Bukan Amplop Sesaat
Banyak orang masih menganggap pemilu sebagai “kesempatan mendapat uang jajan tambahan.” Tidak jarang, calon pejabat datang dengan senyum manis sambil membawa amplop. Masyarakat pun tergoda, lalu menjual suaranya.
Padahal, uang itu akan habis dalam sehari, seminggu, atau sebulan. Tapi keputusan kita memilih pemimpin yang salah bisa membuat hidup lebih sulit selama bertahun-tahun.
Bayangkan jika pejabat yang terpilih hanya peduli pada kepentingan pribadi karena merasa sudah “membeli” jabatan. Alih-alih memperjuangkan rakyat, ia justru memperjuangkan dirinya sendiri.
Sebaliknya, kalau kita memilih berdasarkan kinerja dan kualitas, manfaatnya jauh lebih besar. Kita mendapat pemimpin yang benar-benar peduli, jujur, dan bisa membawa perubahan nyata.
Jadi, mari kita sama-sama sadar jangan tukar masa depan bangsa dengan uang sesaat. Pilihlah pemimpin yang bekerja dengan hati, bukan yang hanya pandai membagi janji dan amplop. Rill/Lk
0Komentar